Tidak ada orang tua yang mengharapkan anaknya cacat. Namun bila ternyata cacat, maka orang tua akan berusaha menyembuhkan atau memperbaiki keadaan itu. Umumnya orang tua beranggapan (dan memang benar demikian), cacat pada masa anak-anak, sangat berkaitan dengan masa depannya. Ditinjau dari potensi dan kesempatannya, anak yang cacat, masa depannya tidak sebaik anak yang tidak cacat. Dari ungkapan tersebut, ada 2 hal yang perlu dibahas, yaitu bagaimana kiat mengelola anak yang terlanjur cacat, dan bagaimana mencegah cacat, dengan tinjauan dari ilmu penyakit syaraf.
Pengertian cacat
Susunan saraf manusia terdiri atas otak, sumsum tulang belakang, beserta seluruh cabang-cabangnya yang tersebar disemua bagian tubuh manusia. Sehingga semua gangguan yang mempengaruhi susunan saraf yang sangat luas tersebut, punya potensi untuk menimbulkan kecacatan.
Ada 4 macam fungsi otak dan susunan saraf lainnya yang perlu diketahui, yaitu fungsi luhur, adalah fungsi otak dalam hal intelektual, komunikasi, emosi, serta perilaku lainnya. Fungsi motorik, adalah fungsi dalam hal mengendalikan sikap dan gerakan tubuh. Fungsi sensorik, adalah fungsi yang berkaitan dengan penginderaan, seperti penglihatan, pendengaran, merasakan adanya rabaan, getaran, nyeri dan sebagainya. Fungsi otonom, adalah fungsi yang berkaitan dengan pengendalian otornatis, khususnya terhadap alat-alat dalam tubuh seperti jantung, usus, dan sebagainya.
Dari uraian diatas mudah dimengerti bahwa bila ada kerusakan pada daerah tertentu yang melayani fungsi-fungsi diatas, maka fungsinya pun akan hilang atau terganggu. Sebagai contoh, apabila daerah otak yang mengendalikan bicara rusak, maka anak akan mengalarni kesulitan berbicara.
Di bidang saraf ada 2 bentuk gangguan yang secara potensial dapat mempengaruhi fungsi saraf manusia, yaitu jenis gangguan yang menetap akan bersifat permanen, atau selalu ada. Hal ini disebabkan matinya sel-sel saraf. Misalnya pada anak yang menderita cerebral palsy(CP), ditandai dengan lemah serta kakunya otot-otot, yang disebabkan matinya sekelompok sel saraf di otak yang bertugas mengendalikan fungsi gerakan. Sedang ada gangguan yang hilang-timbul, cirinya adalah munculnya tanda-tanda yang suatu saat timbul namun kemudian segera hilang dan timbul lagi
kemudian. Hal ini dapat ditemukan misalnya pada epilepsi, dan contoh yang popular pada orang dewasa adalah migren. Ini disebabkan oleh peristiwa elektrik yang hilang timbul pula di otak. Apabila arus listrik yang jahat muncul, gejala akan timbul. Bila arus tersebut hilang, hilanglah gejalanya, dan fungsi otak normal kembali seperti sediakala.
Pengertian cacat dibidang saraf adalah merujuk pada gangguan yang bersifat menetap. Jadi adanya kematian atau rusaknya jaringan saraf secara menetap pula. Namun harus diingat bahwa hendaknya dibedakan rusaknya jaringan saraf sehingga menimbulkan cacat fisik, yang disebut impairment (gangguan), kaitannya dengan berkurangnya fungsi yang ditampilkan, ini disebut disability (kesulitan). Berbeda lagi dengan pengertian handicap (kesenjangan), yang berarti timbulnya masalah dalam interaksi dan adaptasi dengan lingkungan disekitarnya akibat adanya gangguan dan kesulitan diatas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh dibawah ini.
Dengan memahami skema maka dapat disimpulkan bahwa “gangguan” lebih bersifat bentuk/struktur bagian tubuh yang abnormal, “kesulitan” lebih bersifat fungsinya yang berkurang akibat gangguan, dan “kesenjangan” lebih ditekankan pada masalah-masalah yang timbul dalam proses interaksinya dengan lingkungan/masyarakat. Pengertian kita tentang cacat harus mencangkup pada ketiga aspek tersebut.
Jenis-jenis cacat
Secara garis besar jenis cacat dibidang saraf dapat dibagi menjadi beberapa aspek
seperti uraian berikut ini.
A. Menurut jenisnya
Yaitu dapat berupa cacat fisik, misalnya kelumpuhan, gangguan sikap tubuh, kesulitan bicara, dan sebagainya. Sebagai contoh adalah para penderita CP, poliomielitis, dan penyakit-penyakit distrofi otot. Dapat pula berupa cacat mental, yaitu rendahnya kapasitas mental anak seperti kasus-kasus sindroma Down, dan sebagainya.
B. Menurut berat-ringannya
Tingkat yang parah adalah cacat berat, misalnya yang sering dijumpai disini adalah kasus-kasus CP, yaitu gangguan perkembangan sikap dan gerak anak (motorik) akibat rusaknya daerah otak tertentu. Ditandai dengan lemahnya anggota gerak sesisi dan seluruhnya, kekakuan otot-ototnya, dan lemahnya koordinasi dalam gerakan. Sering disertai dengan mata juling, gangguan bicara/menelan, gangguan intelegensi, dan epilepsi.
Jenis lainnya adalah poliomielitis, adalah lumpuhnya satu atau kedua kaki, akibat infeksi virus di sumsum tulang belakang. Fungsi otak sama sekali tidak terganggu. Tidak kalah pentingnya adalah retardasi mental anak akibat gangguan perkembangan otak. Fungsi lain seperti gerakan umumnya normal. Perlu diingat bahwa pada satu anak dapat terjadi bermacam-macam gangguan misainya penderita CP sering disertai retardasi mental dan epilepsi. Sehingga dalam pengelolaan harus mempertimbangkan semua factor yang mungkin berpengaruh pada anak.
Namun cacat juga berwujud cacat ringan, adalah pada kasus-kasus kesulitan belajar karena Disfungsi Otak Minimal (DMO), misalnya gangguan perkembangan bahasa (disfasia), gangguan perkembangan membaca (disleksia), gangguan perkembangan menghitung (diskalkulia), gangguan perkembangan ketrampilan motorik (dispraksia), gangguan pemusatan perhatian atau anak hiperaktif serta gangguan memori/ daya ingat. DMO disebabkan gangguan perkembangan otak yang bersifat ringan/ mi-nimal, umumnya ciri utamanya adalah prestasi belajar anak yang kurang memuaskan, yang dialami sejak pertama kali anak duduk di bangku sekolah.
Mengapa cacat?
Sel-sel saraf berbeda dengan sel-sel organ lain. Apabila sel-sel saraf mati, dia tidak punya penggantinya. Bandingkan dengan sel otot misalnya, bila otot terluka akan dapat tumbuh kembali karena daya regenerasi yang besar. Setelah sembuh, fungsi otot akan kembali seperti semula. Bila sel-sel saraf mati maka akan hilang fungsinya. Apalagi kalau kelompok sel saraf yang mati tersebut punya peranan penting. Sebagai contoh, bila kelompok sel saraf yang bertugas memberi perintah pada otot-otot bicara, maka anak akan sulit/tidak mampu berbicara.
Dalam kaitannya dengan usia, maka terdapat perbedaan pokok antara orang dewasa dan bayi/anak. Pada orang dewasa, kelumpuhan akan menetap seumur hidupnya. Sedang pada anak, kelumpuhan tersebut dapat diperbaiki, apabila kalau ditemukan sejak dini.
Daya lentur tersebut cukup baik kalau memenuhi 2 syarat, yaitu kerusakannya tidak terlalu luas, sehingga banyak sel disekitar kerusakan yang sanggup mengganti fungsinya, dan kerusakan tersebut ditemukan sejak dini, sehingga masih sempat mengejar perkembangan otak berikutnya.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan cacat akibat gangguan pada susunan saraf. Secara garis besar faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi faktor dimasa prenatal, perinatal, serta post natal.
Faktor-faktor penyebab cacat dibidang saraf anak
a. Faktor pra-natal (masa didalam kandungan)
- Kehamilan yang mengalami perdarahan
- Kurang gizi. Termasuk kekurangan zat mineral/elemen yang pentifng bagi perkembangan otak misalnya zat yodium,zat besi.
- Trauma/ruda paksa
- Infeksi kuman/virus tertentu seperti rubella, sifilis.
- Minum obat-obatan yang tidak terkontrol dengan baik
- lbu hamil yang perokok, peminum alkohol.
- Heriditer(keturunan)
b. Faktor peri-natal (masa sekitar kelahiran)
- Persalinan, yang tidak spontan/lahir dengan bantuan alat.
- Lahir dengan kelainan letak.
- Berat badan lahir rendah.
- Lahir premature.
- Penyakit kuning segera setelah lahir.
- Lahir tidak menangis/ terlambat menangis.
c. Faktor post-natal (masa setelah kelahiran)
- Kejang (termasuk kejang demam) yang berlangsung sering dan cukup lama kejangnya.
- Infeksi susunan saraf pusat.
- Trauma pada kepala. Misalnya jatuh dari tempat tidur dan benturan-benturan lain yang mengenai kepala.
- Tumor otak.
- Diare semasa bayi sampai kekurangan cairan.
cacat dapat berwujud 2 bentuk, yaitu cacat fisik dan cacat mental. Namun prinsip pengelolaan dari kedua bentuk tersebut adalah sama yaitu :
- Memperbaiki semaksimal mungkin kemampuan bagian yang cacat Sebagai contoh, kaki yang lumpuh dilatih kekuatannya agar dapat menghilangkan atau mengurangi kelumpuhannya. Anak yang cacat dalam membaca (disleksia) harus dapat ditingkatkan kemampuan membacanya.
- Bagian yang tidak cacat dikembangkan secara maksimal, sehingga akan memperbaiki kemampuannya secara keseluruhan. Misalnya, apabila tangan kanan anak lumpuh, maka kemampuan tangan kidnya harus dapat dikembangkan, sehingga dapat mengambil alih fungsi yang seharusnya dilakukan tangan kanannya. Contoh lainnya, pada kesulitan belajar karena gangguan perkembangan bahasa, kemampuan yang lain diluar aspek bahasa harus dikembangkan, misalnya kemampuan visuo-spasialnya (proses pengolahan indera diotak yang berkaitan dengan fungsi intelektual).
- Lebih dini kecacatan digarap, lebih baik hasilnya. Apalagi pada usia bayi/ anak dimana pertumbuhan otak masih berjalan dan masih lentur, harapan untuk maju adalah sangat besar.
- Harus diingat tujuan umum dari pengelolaan kecacatan yaitu memperbaiki fungsi. Sehingga diharapkan penyandang cacat dapat berkembang ditengah-tengah masyarakat dengan optimal. Maka segala upaya harus dapat diarahkan guna perbaikan fungsi tersebut.
Dengan prinsip diatas, lalu dijalankan program yang terpadu dari berbagai segi, yaitu fisioterapi, diarahkan untuk memperbaiki fungsi tubuh yang cacat. Terapi okupasional, diarahkan untuk memperbaiki fungsi keterampilan tangan/kaki, serta perbaikan segi psikologik yang memerlukan ketekunan konsentrasi dan ketelitian.
Terapi wicara, untuk memperbaiki kemampuan dan berbicara. Psikoterapi, untuk memperbaiki gangguan-ganggunan dari segi psikologik, baik bagi penyandang cacat maupun keluarganya. Terapi dengan obat-obatan, untuk memperbaiki fungsi saraf yang masih dapat ditingkatkan dengan obat atau untuk menghilangkan faktor yang mengganggu program. Misalnya apabila pada anak CP juga disertai epilepsi, maka epilepsi harus diobati karena akan sangat mengganggu program dari semua segi.
Remediasi, adalah pengajaran khusus bagi anak yang mengalami kesulitan belajar karena DMO. Misalnya anak diskalkulia(kesulitan berhitung) dapat dilihat segi kelemahannya, lalu dengan program remediasi diatasi kelemahannya tersebut.
Dalam penyusunan program hendaknya semua aspek dipertimbangkan secara menyeluruh, serta yang penting pula adalah bagaimana pemantauan kemajuan/evaluasinya. Evaluasi yang sistematis akan memberikan data yang sangat bermanfaat bagi penyusunan program lanjutan. Yang tidak kalah pentingnya adalah keterlibatan orang-tua secara lansung dalam pengelolaan anaknya. Banyak kenyataan menunjukkan,orangtua yang langsung melibatkan diri dalam bagian program memberikan hasil yang jauh lebih baik daripada yang tidak langsung terlibat.
Kiat mencegah cacat
Mencegab terjadinya cacat adalah usaha yang terbaik yang harus dilakukan dibanding mengobati cacat. Usaha-usaha dalam mencegah cacat dapat ditempuh melalui 2 cara, seperti dibawah ini.
- Mencegah terjadinya faktor-faktor pra, peri-natal, dan post-natal seperti yang diuraikan minggu lalu dengan jalan mengupayakan konsultasi kesehatan pra-nikah, menjaga kesehatan dan pemeriksaan berkala selama kehamilan, memenuhi kebutuhan gizinya, serta menghindari hal-hal yang dapat mengganggu kehamilan. Usaha berikutnya adalah sedapat mungkin mencegah hal-hal yang dapat mengganggu perkembangan otak anak, misalnya segera minta pertolongan dokter pada anak-anak yang mengalami kejang-kejang atau trauma/benturan pada kepala, dan pemeriksaan tumbuh kembang anak secara teratur serta vaksinasi.
- Dapat secara mandiri mengetahui kelainan-kelainan tumbuh kembang pada anak secara dini, sehingga dapat segera minta pertolongan dokter. Kelainan ini secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 aspek.
Aspek pertama adalah tumbuh kembang anak yang terlambat. Misalnya terlambat dalam pertumbuhan fisiknya, seperti kurangnya berat badan, panjang /tinggi badan, dan lingkar kepala. Juga keterlambatan kemampuan/ perkembangan anak, misalnya umur 1,5 tahun belum dapat berjalan, umur 2 tahun belum dapat berbicara 1-2 patah kata.
Aspek kedua berupa kelainan pada saraf anak. Yaitu semua tanda-tanda yang mengarahkan pada gangguan susunan saraf, misalnya keaktifan gerakan tangan atau kaki yang tidak sama antara kanan dan kiri. Tangan atau kaki yang bergerak-gerak sendiri diluar kehendak. Kejang-kejang baik seluruh maupun sebagian anggota tubuh. Apabila dipanggil namanya/ ada suara yang cukup mencolok, tetapi bayi/anak tampak tidak mendengamya. Diberikan cahaya tetapi bayi tampak tidak melihatnya. Waktu anak belajar berjalan tampak pincang atau salah satu kakinya diseret. Sering jatuh waktu berjalan. Mata yang tidak simetris (juling). Sudah sampai pada tahap perkembangan tertentu, tetapi kemudian mengalami kemunduran, misalnya anak yang sudah berjalan menjadi tidak bisa berjalan. Anak yang sudah lancar berbicara menjadi sulit berbicara.
Pada anak yang mengalami gangguan saraf yang berat, apalagi kalau anak sudah agak besar, maka akan mudah sekali terlihat. Misalnya kesulitan atau tidak mampu berjalan, kesulitan berbicara, sangat bodoh/mentalnya terbelakang.
Tetapi bagi anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan otak yang ringan (DMO), maka terkadang sangat sulit untuk diketahui. Hal ini disebabkan karena wujud gangguannya umumnya berupa kesulitan belajar dan gangguan dalam perilakunya.
Dibawah ini kiat untuk mengetahu ada tidaknya DMO pada anak.
Kata kunci pada pengelolaan cacat dibidang saraf adalah pencegahan. Kalau tetap timbul kecacatan maka harus dapat dideteksi secara dini, karena intervensi dini memberikan hasil terbaik. Pengelolaan kecacatan umumnya dilakukan terpadu, dengan melibatkan semua unsur baik dokter, psikolog, terapis, guru dan orang tua. Program yang tersusun rapi serta pemantauan kemajuan yang terus-menerus sangat menentukan keberhasilan anak.
Kemampuan orang tua masa kini hendaknya diarahkan pada kesadaran serta usahanya dalam pencegahan dan deteksi dini tanda-tanda gangguan saraf pada anak. Karena dengan ketajaman orang tuanya banyak anak-anak yang dapat diselamatkan dari kecacatan.
Demikian ulasan kami semoga bermanfaat bagi keluarga khususnya dalam rangka membina anak-anak agar bertumbuh dan berkembang secara optimal, guna menyongsong kehidupan yang lebih baik di masa depan.